Suaramisteri.com Pekanbaru
Kami menikmati sungai yang selalu berwarna coklat dari atas kapal, dua minggu sekali pulang pergi karena pelayaran kapal Pekanbaru – Tanjung Balai Karimun, singgah di beberapa pelabuhan kecil tak makan waktu, masih di seputaran Kepulauan Riau.
Menurut penduduk setempat yang dekat pulau mengatakan pada nelayan,dan nelayan menjelaskan pada Suara Misteri (SM), " bahwa sungai Siak kelihatanya tenang tapi didalamnya luar biasa kencang sekali, pepatah mengatakan diam-diam menghanyutkan,jelas penduduk".
"Kami, kata nelayan, begitu dekat dengan sungai karena merasa sudah intim dan biasa berlayar, dan ketika kami nyebur bersama-sama dengan teman, disore yang cerah dari lambung kapal disatu pelabuhan di Pekanbaru, Benar saja apa yang dikatakan penduduk setempat, arus di bawah permukaan yang nampak tenang ternyata dikedalaman lebih dari tiga meter memang luarbiasa sangat kencang, diam-diam menghanyutkan, kami terseret ke hilir berjarak sekitar limapuluhan meter di belakang buritan kapal Santa, bahkan hampir kehabisan napas", ungkap nelayan, Minggu (24/3-2024).
"Itulah sungai Siak, sungai yang konon dalamnya melebihi dasar hati manusia. Sungai dengan kedalaman 30-an meter,
diam-diam menghanyutkan, namun sayang belakangan terjadi pendangkalan karena korosi atau banjir di hulu yang membawa lumpur, tersisa sekitar 18-an meter". ungkap nelayan.
Menurut keterangan nelayan, "Sungai Siak yang mengandung sejarah yang terbentang sepanjang 370 km ini melewati 5 wilayah di Provinsi Riau, yakni Kabupaten Siak, Bengkalis, Pekanbaru, Kampar, dan Rokan Hulu".
"Sungai Siak,tambahnya, merupakan jalur yang dilintasi kapal besar seperti Tanker serta Peti Kemas selain kapal Kargo (kapal kayu) juga Speed Boat. Dulu sungai ini berfungsi sebagai jalur perdagangan dari Sumatera pelabuhan antar bangsa di Melaka (1800-1950)".
Di sepanjang tepi sungai Siak, Lanjutnut, selain pemukiman warga, ada juga pabrik pabrik kelapa sawit, pabrik pengolahan kayu, dan juga pabrik kertas. Sungai ini jadi jalur transportasi penting di Riau yang turut menunjang penyediaan kebutuhan barang hingga ke Pekanbaru, serta sebagai jalur pengangkutan produk komoditas Riau.
"Sebelum bernama sungai Siak, sungai ini dahulu dikenal dengan nama Sungai Jantan. Namun kerena terjadi perpindahan pusat pemerintahan Kerajaan Siak atau Kesultanan Siak Sri Inderapura (kerajaan Islam yang berdiri 1723-1945. Pendirinya Raja Kecik, bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Shah, putra Sultan Mahmud Syah dari Kesultanan Johor), yang awalnya berada di kawasan Kuantan dekat Sabak Auh, sehingga nama Sungai Jantan berubah nama jadi Sungai Siak.
"Di atas sungai Siak yang berada di wilayah kota Pekanbaru terdapat jembatan Siak I yang biasa disebut warga setempat dengan "Leighton". Lalu jembatan Siak II yang menghubungkan Palas dengan Pekanbaru. Kemudian jembatan Siak III yang menghubungkan Rumbai dengan pusat kota Pekanbaru. Lalu jembatan Siak IV atau Jembatan Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah, diambil dari nama sultan keempat Kerajaan Siak Sri Inderapura yang memindahkan pusat kerajaannya ke Pekanbaru sekaligus memulai cikal bakal ibu kota provinsi Riau. Jembatan ini menghubungkan jalan Jendral Sudirman di sebelah selatan dengan jalan Sembilang di sisi utara.
Sebelum ada jembatan ini warga setempat menggunakan jembatan ponton yang dibangun oleh Chevron. Jembatan Phonton terdiri dari susunan besi pelampung dan cuma digunakan pada waktu tertentu saja.
Kini keempat jembatan tersebut selalu ramai dikunjungi warga di waktu sore bahkan sampai malam hari. Menambah pemandangan sungai nampak lebih hidup"' pungkasnya. (Jun Atar)